Life Updates from Me :)

Hi!

It’s me

 

Ohisashiburi (Long time no see). 

It’s been a while since I wrote my latest post about my Hajj experience. 

Blogging seems to be more challenging day by day. 

I hope I don’t lose the spark of blogging, because I love blogging so much. 

 

And, it seems I am currently suffering with my default writing language. 

I don’t wanna sound that I’m showing off, but whenever I start writing in Bahasa Indonesia, my brain always shifts to English. I feel like I lost my capacity to write in my native language, but my English writing skill is not perfect as well. Even though I tried to mix both languages (like I used to do in the past), I can see the struggling there.. Dunno why, am I losing my language skills in both Indonesian and English? What kind of syndrome am I having right now? 

 

Me, being a native Indonesian doesn’t help me to write in Indonesian, my English is still broken too (as well as my Japanese and German). I am a bit embarrassed to admit this, I don’t belong to any language T_T

 

Let’s forget about language issues for a while.

I wrote this post just to share my current update about my life. As I intend to use this blog to share my thoughts and my journey as a Student Traveler, let me share what I am currently doing lately. I just migrate my blog into different hosting, so I am not sure whether this migration might impact in losing my past reader or not. I don’t write regularly, so I’m sure this blog might become a ‘spider’s web’ for not having a reader. :p

 

I am (still) living in Japan right now. Extending my study, now I am in my 4th year. Trying to finish my doctoral study and wishing to see the end of the tunnel from all the hard work I did. Now, I am currently waiting for my supervisor’s feedback on the 2nd draft of my paper. As my scholarship ended last year, I started to make a living through part-time jobs, which I can’t believe that my husband and I can live in Japan by depending on part-time jobs. We’re both doing fine with the jobs, even though it made us tired most of the time. However, this is not our first time (we had it in Germany before). I am now working as a tour guide, the job that pays me pretty well, I honestly love the job even though it makes me exhausted physically and mentally. I am no longer in my 20s so walking around for 5 hours straight is fun but physically tiring. The job gave me additional benefits in improving my English conversation skills (A lot of my guests from US keep asking me if I’ve ever lived in the US before, they keep complimenting my English that sounds like an American – I took it as a compliment 🙂 ) and getting to know about my guests and their backgrounds (I did more a hundred tour, I got lots of interesting stories which inspires me to write a blog about my life as a guide). 

 

With the better quality of life that I have here, I really enjoy my life in Kyoto. Most of the living I’m having right now is what I’ve been dreaming of. Although sometimes I miss my hometown too as well as my old life, I gain some fundamental things that I didn’t get in the past: proper healthcare services, ability to walk anywhere in convenient ways, better pay for my job, a separation between working time and resting time, solitude time, etc. Great things in life sometimes come from simple things. I sacrificed a lot in my 20s (yet I enjoy it too), now as I grow older, my perspective has changed quite a lot about life. I focus to see myself to the inside, rather than to the outside. 

 

Of course, my life is not perfect (and, who has a perfect life?). I am still worrying for something that I cannot see and predict right now, I get anxious with abstract things, I sometimes feel insecure with my capacity. In this PhD journey, I learned a lot about myself. I don’t know why but knowing myself better can make me more anxious and unconfident. I was very confident and empowered, but I am losing a bit. (It’s hard to explain, but yeah, that’s what I am feeling). 

 

My life is much simpler than it used to be. I do one thing at the time. I enjoy small things. I am still trying to believe in myself, whatever things come to me, I wish I could be strong and mature. I am practicing my self-awareness on my anger (still the hardest part). 

 

I am a 35 yrs old woman who still feels like I’m a kid who wants to do gaming all day, then all of sudden trapped into a woman’s body. I am so confused when I watch Sex and the City series, all characters are around my age (even some of them were younger than me), and their conversation is wild on men, sex, adulting, and so on. I feel like I am too old for this thing (well, I am married, but I rarely talk much about those topics with friends. I am excited to talk about games, kpop, coffee shop, funny cat videos, and lame jokes.

 

In summary, I’m OK, I am hanging in on what I am doing now, I am still hoping that people I care the most still care about me, I am happy with my married life (we just celebrated our 9 years anniversary!), I am still annoying and loud (as what my close friends think of me), I am gaining things and losing things at the same time. My hope is that I could go back to writing more often on my blog (with whatever language I wanna use). I want to keep my memory alive through my own words. Maybe I can go slowly.. Trusting the time and focus on my true intention. 

 

I hope every single one of you who read this post is doing okay, even though you’re not okay, I hope you keep hanging in there and believe that you’ll be fine.

 

Best,

@annisaa_potter

 

Read More

Ruang Bermain Bocah di Pinggir Jalan Tol

“ The true object of all human life is play. Earth is a task garden; heaven is a playground.”

– Gilbert K. Chesterton

Muqqadimah: Ini adalah tulisan yang pernah saya buat di sekitar tahun 2000-an, mungkin saat saya masih kuliah S-1. Entah saya lupa tulisan ini dibuat dalam rangka apa, yang bisa saya ingat itu saya tiba-tiba teringat dengan memori masa kecil saya yang sering dihabiskan di pinggir jalan tol untuk bermain. Rumah orang tua saya berada di pinggir jalan tol Jagorawi. Tulisan ini saya temukan di sebuah folder, saya baca kembali, saya merasa ceritanya manis sekali, dan sayang kalau tidak dibagikan, dan saya merasa semesta memberi tanda sejak lama bahwa perjalanan hidup saya akan mengarah pada dunia bermain (game) 🙂 Selamat membaca!

Saya ingin sedikit bercerita tentang halaman bermain saya sewaktu kecil. Halaman bermain yang tidak biasa, bukan seperti taman bermain yang dilengkapi oleh wahana-wahana serodotan ataupun ayunan (yang biasanya ada di perumahan komplek). Halaman bermain ini tidak ada ayunan, juga tidak ada serodotan. Halaman bermain saya jauh lebih luas dari taman komplek rumah. Halaman bermain saya (mungkin) mampu mengakomodir semua kegiatan, mulai dari bermain ibu-ibuan, bermain layang-layangan, hingga peringatan 17 Agustus. Apa saja bisa dilakukan disana, halaman bermain saya itu bagaikan ruang yang tidak terbatas bagi mata, telinga, dan tubuh saya untuk berekspresi.
Saya tinggal di satu kelurahan (atau tepatnya kampung) yang terletak di pinggiran tol Jagorawi. Kalau ada yang bertanya, “rumah kamu dimana?” saya akan jawab “di pinggir tol”.
Sedikit ambigu, tapi yah memang begitu.
Saat itu, saya memiliki banyak teman bermain yang berasal dari kelurahan yang sama. Kami memang anak ‘pinggiran’, tapi kami bisa bermain apa saja. Saat saya masih berumur 7 tahun, permainan digital masih belum populer, sehingga kami banyak menghabiskan waktu bermain di luar rumah. Mulai dari jalan setapak hingga di padang rumput pinggir tol.
Inilah halaman bermain kami. Pinggiran tol jagorawi.
Hamparan padang rumput luas memanjang di pinggir tol dekat rumah. Tempat itu telah menyimpan sejuta memori indah bersama teman-teman kecil saya saat itu . Sudah bertahun-tahun lamanya, saya dan teman-teman menghabiskan waktu senggang dengan bermain-main disana.
Beruntungnya menghabiskan masa kecil ditahun 1990an, dimana masih ada game ‘ucing-ucingan’. (Sekarang apa masih ada anak-anak yang main ucing-ucingan?)
Ada ucing jongkok, ucing joli, ucing benteng bahkan gabungan ucing joli-jongkok juga ada.
Kami bisa bermain ucing-ucing di padang rumput yang luas.
Saat itu, main layangan juga menjadi game yang cukup populer. Mau laki-laki, mau perempuan. Mau tua, mau muda. Semua suka main layangan.
Saya ingat, di tengah siang bolong, saya bermain layangan sendiri di padang rumput itu sampai-sampai benangnya habis. Kalau benang sudah habis, ya tinggal duduk diam saja sambil pegang gulungan benang dan mengamati layang-layang yang terbang tinggi. Daerah di pinggir tol memiliki fasilitas khusus bagi yang bermain layangan dan fasilitas ini tidak dimiliki taman-taman lainnya,, yaitu banyaknya angin yang bersahabat untuk menerbangkan layangan.
Menyenangkan sekali bermain layangan disitu. Panas terik membakar kulit sudah dilupakan begitu saja karena keasyikan bermain.
Sore harinya, saya dan teman-teman akan sibuk menyiapkan makanan untuk makan bersama, kami menyebutnya dengan istilah ‘papadangan’ atau makan bersama di suatu ruang terbuka.
Ramai-ramai, kami semua pergi ke pinggir tol, menggelar tikar, lalu duduk dan makan bersama. Sambil ditemani suara deru mobil dan truk yang lalu lalang di jalan tol.
Meski berisik, tapi menyenangkan sekali.
Di halaman bermain itu, ada banyak kubangan-kubangan lonjong berdiameter 1,5 meter dan dipenuhi rumput-rumput liar. Saat kering, kami biasa bermain perang-perangan disana. Membangun benteng, bersembunyi di kubangan, membidik lawan yang juga bersembunyi di kubangan lain dengan pistol tanaman buatan sendiri. Saat hujan, kubangan tersebut akan berubah menjadi kola-kolam kecil. Kami pun langsung menceburkan diri ke dalam kubangan, dengan penuh tawa. Tanpa rasa takut akan muncul cacing, kodok atau serangga air.
Kotor, tapi menyenangkan sekali.
Segala memori menyenangkan di padang rumput pinggir tol itu masih tersimpan jelas di benak saya (dan mungkin teman-teman kecil saya). Halaman bermain di pinggiran tol itu telah menjadi saksi bisu tentang budaya bermain anak-anak tahun 1990-an. Tanpa gadget, tanpa listrik. Alam-lah yang menjadi gadget kami.
Waktu pun berganti, saya tumbuh besar, begitu juga teman-teman kecil saya, sebagian masih menetap di kampung, sebagian lagi berpindah ikut orang tua. Kami pun tidak lagi bermain di pinggir tol. Perlahan kami meninggalkan taman itu. Mencoba melihat dunia baru di luar sana. Halaman bermain pinggir tol itu pun sempat terlupakan.
Hari berganti hari, kampung saya pun menjadi semakin padat dengan bertambahnya areal pemukiman. Selain itu, sebagian masyarakat warga setempat semakin merasa sulit untuk mendapatkan uang untuk bertahan hidup. Hingga, mereka pun meilirik padang rumput yang luas tersebut, halaman bermain kami sewaktu kecil. Dan akhirnya, padang rumput itu pun berubah menjadi kebun singkong. Rumput tidak akan memberikan keuntungan langsung kecuali pakan ternak, tapi kebun akan memberikan keuntungan secara langsung dari hasil panen. Padang rumput itu pun hilang. Kubangan-kubangan itu juga ikut hilang.
Suatu ketika, sepulang dari sekolah, saya melewati padang rumput pinggir tol itu. Saya pun terhenti sejenak. Kemana halaman bermain saya?
Kenapa semua berubah menjadi kebun singkong? bahkan ada kebun baru yaitu tanaman jagung yang baru ditanam.
Saya pun tersadar bahwa tidak ada lagi ruang bermain bagi saya dan rekan-rekan kecil. Padang rumput itu telah berubah menjadi kebun yang ditanami tanaman pangan yang padat merapat. Terlebih lagi, padang rumput itu juga diblok oleh pagar semen tebal yang memisahkan padang rumput dengan kampung saya. Memberikan pesan bahwa padang rumput itu tidak lagi dapat diakses. Namun bagaimana lagi, padat rumput itu bukan milik saya, saya hanya meminjam saja untuk bermain sejak kecil. Namun, padang rumput itu telah menjadi satu-satunya halaman bermain terbaik bagi saya. Mengajarkan saya bagaimana indahnya bermain dengan rumput, bermain dengan pohon pisang, bermain dengan tanah.
Betapa beruntungnya saya hidup di zaman itu. Menghabiskan waktu di luar sana. Merasakan angin, mendengar deru kendaraan, berteriak sesuka hati dengan teman-teman, dan berguling-guling di atas hamparan rumput.
Memori masa kecil saya pun perlahan menghilang, dan saya pun kembali ke masa kini. Lalu, saya bertanya-tanya dalam hati, “bagaimana dengan kondisi anak-anak yang saat ini?n Mereka yang sudah banyak mengenal dunia game digital, apakah mereka masih mau bermain diluar sana? Lalu, apakah masih ada ruang bermain bagi mereka di tengah-tengah arus perubahan lahan yang kian cepat? Terpenting lagi, apakah mereka akan memiliki kenangan bermain di luar sana ketika mereka sudah tidak memiliki ruang bermain lagi saat mereka kecil?“

@annisaa_potter

Read More

Haji dari Jepang : All the Things You Want to Know

Tahun 2023 menjadi salah satu tahun terbaik dalam kehidupan saya dan suami. Alhamdulillah, kami mendapat undangan dari Sang Pencipta untuk menunaikan ibadah haji di tanah suci. Sebagai seorang muslim, ibadah haji adalah ibadah sakral yang butuh persiapan fisik, materi, mental dengan waktu yang tidak sedikit. Belum lagi, tantangan terbesar dari berhaji bagi masyarakat kelas menengah ke bawah adalah menunggu giliran untuk berangkat ke tanah suci. Negara mayoritas muslim seperti Indonesia punya masa tunggu yang sangat lama untuk berhaji dengan program reguler yang dikelola pemerintah. Teman saya yang baru mendaftar haji tahun 2022 lalu, dia sebutkan estimasi masa tunggu-nya kurang lebih 30 tahun. Artinya, jika saat ini umur kita 34 tahun, berarti kita akan pergi umur 64 tahun. Usia yang tidak muda, dan hanya Allah yang tahu umur kita di dunia ini sampai kapan dan mungkin saja teman saya bisa berangkat lebih cepat. Itu kenapa banyak dari kita yang terus berdoa dan ikhtiar agar bisa diberi jalan supaya bisa segera berangkat selagi muda dan sehat secara fisik.

Ada jalan lain yang dapat ditempuh untuk bisa mengurangi masa tunggu, yaitu dengan ikut program Haji Khusus atau Haji Furoda. Secara biaya, ongkos haji jalur ini pun tidak sedikit. Haji Khusus tahun 2023 mematok biaya Rp 120 juta dengan masa tunggu 5-9 tahun [1], sedangkan Haji Furoda tahun 2023 mematok biaya kisaran Rp 360 juta – Rp 745 juta [2]. Waktu saya masih di Indonesia, saya hanya bisa terbayang berangkat haji via jalur reguler. Waktu mulai membuka rekening Haji, target saya saat itu bisa memenuhi Rp 25 juta untuk bisa daftar Haji reguler. Belum terpikir ambil haji khusus. Mindset saya seketika berubah ketika tahu berhaji dari luar negeri bisa mengurangi kekhawatiran masa tunggu berhaji. Saudara saya sempat berhaji saat menempuh S3 di Jepang, tanpa antri. Teman saya yang ikut suami nya ke Belgia bisa berhaji tanpa antri dengan biaya yang sedikit lebih murah dari Haji Khusus. Disitulah saya punya niat, kalau diberi rezeki buat sekolah lagi, saya mau berhaji.

Privilege pelajar / pekerja muslim di negara minoritas muslim

Tahun 2019, Allah mengabulkan mimpi saya untuk sekolah lagi. Saya diterima sebagai mahasiswa S3 di Kyoto University Jepang dengan beasiswa MEXT. Saat menerima letter of acceptance, disitulah terbesit lagi dalam hati “bismillah, Haji ya”. Selama proses daftar S3 dan beasiswa, jujur niat utama saya itu biar bisa berhaji, hehehe. Mertua juga pas tau saya lolos S3, respon pertama nya “alhamdulillah, berarti bisa berangkat haji ya”. Eh, malah bukan bahas studinya, wkwk. Seketika, saya mengantongi privilege untuk berhaji dari luar negeri karena Jepang sendiri negara minoritas muslim dan sudah ada track record WNI yang berhaji dari Jepang. Dari situ-lah, saya mulai gali-gali informasi di internet tentang berhaji dari Jepang. Sayangnya, tidak banyak info yang up-to-date tentang berhaji dari Jepang. (Inilah kenapa saya membuat postingan tentang Haji di blog, karena mungkin akan ada yang butuh infonya). Saya berangkat ke Jepang tahun 2020, saat COVID-19 berada di status darurat tertinggi. Haji pun terdampak dengan menurunnya jumlah jamaah dan penundaan keberangkatan. Saya sempat was-was juga, takut gak bisa berangkat selama saya studi di Jepang.

Bukti Tinggal di Jepang : Syarat Wajib Calon Jamaah Haji Jepang

Syarat wajib berhaji dari Jepang bagi WNI itu harus memiliki visa tinggal dalam bentuk residence card (bahasa Jepang: Zairyu Card) dan sudah tinggal di Jepang selama 6 bulan. Sumber lain mengatakan kita harus tinggal di Jepang minimal 1 tahun [3]. Studi saya memakan waktu minimal 3 tahun, artinya saya punya kesempatan untuk daftar haji di tahun kedua atau tahun ketiga. Tahun kedua, saya urungkan niat berhaji, karena tabungan nya belum cukup dan suami belum genap setahun tinggal di Jepang.

Q : Apa visa turis bisa digunakan untuk haji dari Jepang?
A : Tidak, hanya WNI yang memiliki visa long term stay (studi, kerja, bisnis, dll) yang bisa mendaftar haji

Masuk tahun ketiga di Jepang, saya semakin agresif cari-cari info haji dari Jepang. Saya sudah kontak beberapa agen travel yang saya temukan di Facebook dan baca beberapa testimoni dari jamaah haji tahun-tahun sebelumnya. Satu agen travel balas chat saya, katanya mereka belum ada info resmi terkait Haji 2023. Saya sempat gusar karena sudah H-3 bulan dari musim Haji, infonya kok belum keluar. Beberapa minggu sebelum bulan Ramadhan, suami dapat info webinar tentang berhaji dari Jepang. Saya langsung ikutan untuk cari pendaftaran haji. Salah satu narsum menyebutkan bahwa agen travel haji akan mengumumkan pendaftaran saat bulan Ramadhan. Saat itu juga, banyak yang bertanya-tanya berapa ongkos haji tahun 2023. Karena info yang beredar, ongkos haji akan naik dari tahun sebelumnya. Beliau menjawab estimasi ongkos haji akan berada di kisaran 1 juta yen. Ya Allah, 1 juta yen, kalau dikali dua, jadi 2 juta yen.

Agen Travel Jepang & Ongkos Haji 2023

Selama bulan puasa, saya cek berkala website haji, forum muslim di Facebook, dan akun sosmed agen travel. Kok gak muncul ya? Apa tidak ada bukaan haji? Saya makin cemas. Masuk di hari Lebaran, suami nemu poster penawaran Haji 2023 dari HIS Travel. Sesuai prediksi narsum webinar, HIS Travel mematok biaya 1,060,000 yen. Meski angka nya bikin terkejut, saya lega akhirnya pendaftaran haji dibuka. Selang beberapa waktu, suami nemu poster dari Mian Travel yang mematok biaya 980,000 yen. HIS Travel dan Mian Travel adalah dua travel agent yang cukup dikenal baik reputasi nya. Sebenarnya ada beberapa agen lain, tapi saya menemukan cerita yang kurang enak didengar dari jamaah sebelumnya, sehingga saya tidak akan bahas disini.

HIS Travel

Mian Travel

Sebelum saya membandingkan angkanya, saya pastikan dulu apakah apple-to-apple: apakah harga tersebut sudah menutupi semua komponen utama berhaji? Secara umum, biaya haji dari Jepang sudah mencakup komponen penting seperti tiket pesawat, hotel, akomodasi di Armuzna, asuransi, dan konsumsi. Setelah saya cek inclusion dan exclusion-nya, ada beberapa perbedaan. HIS Travel tidak meng-cover biaya airport tax (kisaran di angka 18,000 yen) dan biaya Qurban (sekitar USD 300), sedangkan Mian Travel meng-cover dua komponen tersebut. Bisa disimpulkan, Mian Travel lebih affordable dibanding HIS Travel. Terkait dengan pelayanan, saya coba cari-cari info dengan bertanya ke jamaah sebelumnya. Konon, pelayanan HIS sangat baik dan Mian cukup baik. Saya sendiri kurang paham definisi ‘baik’ itu seperti apa. Saya lihat tidak ada testimoni yang bikin kedua agen itu red flag. Waktu itu concern saya ama suami lebih ke pemilihan airlines-nya, apakah sesuai dengan maskapai yang tercantum di poster. Kami ngarepnya bisa pergi dengan Emirates, Qatar atau Singapore Airlines, Hehehe. Gak begitu mikirin pelayanan di Arab Saudi-nya (padahal ini penting banget lo). Kami memutuskan pakai Mian Travel karena alasan harga yang paling affordable dibanding agen lain.

Daftar Haji : H-1.5 bulan

Daftar Haji dari Jepang itu simpel banget. Setelah dapat poster, saya langsung kirim email, telepon dan kirim WA ke Mian Travel. Kumplit bgt haha. Awalnya masih tanya-tanya dulu, apakah masih ada slot dan info detail pendaftaran. Mian Travel merespon saya dengan baik. Mereka menjawab slot haji tahun ini masih buka. Ada kisaran 10 slot pendaftaran lagi. Waduh dikit juga ya. Apa saya tergolong terlambat ya daftarnya? Saya sendiri ga ngerti tahu berapa total kuota haji dari Jepang. Melalui email, mereka meminta copy paspor dan residence card sebagai dokumen awal. Setelah saya kirim dokumen nya (termasuk punya suami), mereka meminta down payment sebesar 200,000 yen per orang yang harus segera dibayarkan.

Sebelum transfer DP, saya minta konfirmasi lagi ke suami, supaya lebih yakin. Apapun yang terjadi nantinya, kita pasrahin aja.

Saya : “Bismillah ya? Kita berangkat ya tahun ini?”
Suami : “InshaAllah lancar, bismillah..”

Setelah transfer DP, entah ada rasa yang gak bisa digambarkan dengan kata-kata. Padahal transfer DP itu belum menjamin kita bisa berangkat ke tanah suci. Tapi, rasanya ada sense of accomplishment aja gitu, one step closer 🙂 Saat transfer DP, ternyata sudah H-1.5 bulan. Di Indonesia, mana bisa ya daftar haji mepet begini. Haha.

Izin Haji ke Supervisor / Pimpinan Perusahaan

Haji bukan perjalanan yang sebentar, sedangkan kita sendiri memegang kewajiban studi/kerja selama di Jepang. Syarat berangkat haji sendiri kita harus lepas dengan ‘hutang’. Tidak hanya hutang materi, tetapi juga hutang dari kewajiban kita. Jangan sampai kita pergi dengan membuat pekerjaan terbengkalai. Untuk mahasiswa, tanggung jawab saya ya menyelesaikan studi saya, supervisor-lah yang menjadi orang yang harus tahu dan memberi izin. Setiap supervisor punya rules yang beda-beda ke murid nya. Supervisor saya sangat toleran untuk hal-hal personal. Lab saya sendiri tidak mewajibkan hadir di kampus setiap hari dan kita bisa ambil liburan kapan aja dan engga harus selalu izin. Namun, saya pikir perjalanan haji ada resiko-nya sehingga penting untuk mengabari. Graduate school saya sendiri mewajibkan untuk submit travel notice dan travel insurance setiap mau pergi keluar negeri. Tujuannya supaya mereka bisa nge-track siapa yang lagi di luar negeri dan kapan akan kembali ke Jepang.
Saya sempat menyinggung soal rencana haji jauh sebelum saya daftar, Supervisor sempet beropini untuk lebih nunda rencana haji dan fokus beresin riset, tapi dia kembalikan ke saya. Saya udah gede dan sudah paham segala konsekuensi yang harus ditanggung. Meski supervisor saya non-muslim, dia paham seberapa sakral nya kewajiban haji buat muslim. Setelah saya bayar DP, saya temui lagi dan bilang kalau saya akan berangkat haji dan saya nanggung resiko untuk extend studi saya sampai semester depan. Dia menghargai keputusan saya dan kita atur kembali study plan-nya. It’s all all set.

Dokumen Wajib untuk Mendapat Visa Haji

Mengacu dari Mian Travel, Ini adalah dokumen yang dibutuhkan untuk Hajj Visa 2023. Dokumen dibawah ini WAJIB dipenuhi. Untuk WNI yang menikah dengan non-Japanese, cukup penuhi poin 01 sampai 07.

01. A completely filled out Visa Application form.
02. Passport and Japanese residence card validity must be more than 6 Month from your date of arrival in Saudi Arabia with 2 blank pages in your passport.
03. Recent passport photographs 4cm x 5cm size with white background. The face must cover
At least 70 to 80% of the space. Please remove your Glasses.
04. Vaccination certificate against meningitis, Health certificate, Vaccination Seasonal influenza Original
05. Corona Vaccine Certificate.
06. Letter of Employment from your company if you are student in Japan from your university. Student Enrolment Certificate Must be in English.
07. Marriage certificate for the couples in English if traveling with wife or family. Must be attested by your Embassy in Japan. (Original and photo copy at A4 size Page) for more information please call us.
08. If you’re married with Japanese original Koseki Tohon. With English translate must be attested by Ministry of Foreign Affairs Japan. For more information please call us.
09. Conversation certificate for Japanese Muslims Must be in English (Original & copy).
11. If Embassy ask and required finger printer for Visa you must be come Tokyo for finger print at Saudi Visa Center at Tamachi Station by Keihan Tohoku Line.

Dan, dokumen-dokumen di atas inilah yang menjadi ujian pertama saya dalam berhaji.

‘Ujian’ sebelum berangkat Haji

Ujian terbesar saya dan suami sudah muncul sejak penyelesaian administrasi haji. Mungkin ini juga kesalahan saya karena sempat menunda pengiriman dokumen. Saya terlalu fokus sama kerjaan kampus dan beresin paper sedangkan suami juga sibuk part time job. Ga kerasa tiba-tiba udah masuk ke batas deadline (15 Mei), saya gak sadar kalau ada beberapa persyaratan yang kurang dan tidak memenuhi aturan. Saya telepon Mian Travel untuk request tambahan hari. Saat itu, brother Mian (Direktur Mian Travel-ya, itu nama owner-nya) angkat telepon saya. Tanpa neko-neko, dia secara tegas bilang kalau saya harus kirim semua dokumen lengkap ke kantornya di Tokyo paling lambat besok sore, gimana pun caranya. Tetiba saya panik. Saya belum ada Health Certificate, Meningitis & Influenza Vaccine Certificate dan Pas Photo. Mian Travel pernah ngirim rekomendasi klinik untuk vaksin di Osaka dan Tokyo. Saya coba hubungi klinik Osaka dahulu yang dibantu teman lab saya untuk reservasi. Osaka lebih dekat dari Kyoto. Setelah dia telepon, dia ragu karena klinik seperti gak familiar dengan vaksin Haji untuk keperluan Haji. Form vaksin dan health certificate nya sendiri disediakan dari kedutaan Saudi (dalam bahasa Arab dan Inggris). Saya jadi ikutan ragu. Suami saya juga coba browsing cari klinik di Kyoto yang nerima vaksin Meningitis dan Influenza. Ketemu-lah klinik bernama Sakabe Clinic. Suami saya telepon, katanya mereka bisa nerima vaksin Meningitis dan Influenza. Selesai lab meeting, kami berdua langsung berangkat ke klinik untuk vaksin.

Drama Vaksin
Ujian kami belum selesai, ternyata klinik cuma punya stok vaksin untuk satu orang. Mereka bisa re-stock tapi butuh 2-3 hari. Oh my, I don’t have time to wait. Alhasil, saya nimbang-nimbang sama suami.

Saya: “yaudah, mas andik aja yang divaksin duluan, aku pergi ke Tokyo besok, vaksin disana sambil anter dokumen langsung ke kantor Mian”

Suami hening, tapi kita gak ada pilihan lain. Akhirnya suami divaksin di Sakabe Clinic dan dokter ngisi form yang kita kasih. Alhamdulilah, Sakabe sensei baik banget. Sebelum di-vaksin, dia bilang “vaksin ini gak ditanggung asuransi, gak papa? Karena harganya lumayan mahal”. Kami jawab gak papa. Untuk bisa haji, we will do whatever it takes.

Q : Berapa biaya vaksin Meningitis dan Influenza dan perilisan Health Certificate di Jepang?
A : 33,000 yen (sekitar 3,7 juta rupiah)

Drama Pas Foto
Jam 9 malam, kami nerima health certificate dan form vaksin yang sudah diisi dokter, kami lanjut ke Photo Box untuk bikin foto visa. Di persyaratan, tertulis wajah harus meng-cover 70-80% frame foto. Saya sendiri belum pernah pakai photo box di Jepang, entah mereka punya settingan nya atau engga. Kami pun diuji lagi di photo box dekat kampus. Anehnya tidak ada ada pilihan foto visa yang sesuai persyaratan, belum lagi background foto yang gak bisa diubah ke warna putih. Mana harga sekali fotonya mahal banget lagi, kami harus retake ulang. Daaan, saat pas fotonya dibawa ke kantor Mian, mereka langsung reject foto nya karena tidak cover 70-80%, alhasil saya dan suami harus foto ulang di studio foto, gak boleh di photo box. Ya Allah.. sedih. FYI, Buat Pas Photo di Studio Foto biayanya 4,000 yen per orang (untuk empat lembar foto tanpa dikasi master file-nya). Okay, yang ikhlas ya Annisa… (:

Malam itu, saya baru bisa tidur jam 2 pagi, karena beres foto-foto, saya harus print-print dokumen dulu, baru bisa pulang ke apato. Keesokan harinya, sebelum pergi ke Tokyo, saya ketemu dua dokter yang sudah saya buat reservasi jauh-jauh hari. Kala itu, saya sedang treatment promil dan saya gak mau cancel treatment nya. Alhasil saya jabanin semua dalam satu hari. Habis ketemu dua dokter, saya langsung berangkat ke Kyoto Stasiun untuk naik Shinkansen ke Tokyo. Setiba di Tokyo, saya langsung lari ke Shinagawa East Clinic untuk suntik vaksin Meningitis dan Influenza. Alhamdulilah, saya bersyukur banget, timing nya pas. Saya terima dokumen vaksin jam 5 sore, lalu saya langsung pergi ke kantor Mian untuk serahkan semua dokumen.

Ujian kami (masih) belum selesai : Akta Nikah
Setiba di kantor Mian, saya serahkan semua dokumen, berharap semua di-approve oleh staf Mian Travel. Ternyata ada satu dokumen lagi yang tidak memenuhi syarat: dokumen nikah atau marriage certificate. Visa Haji mensyaratkan akta nikah yang di-attested oleh embassy Indonesia (diberi stamp bahwa kita resmi pasangan menikah di Jepang). Dokumen yang saya bawa itu copy akta nikah yang dilegalisir KUA. Seketika, dokumen nya kena reject. Saya disuruh pergi ke kantor embassy Indonesia untuk meminta stempel di akta nikah. Saya kira semua urusan bisa selesai satu hari karena saya harus pulang untuk beresin paper. Qadarullah, saya harus stay di Tokyo untuk ngurus akta nikah. Alhamdulilah, saya dapat tumpangan menginap di apato kak Putri, teman S2 di IPB yang sekarang tinggal di Saitama (Arigatou kak Putri!). Keesokannya, saya pergi ke embassy Indonesia di Shinjuku untuk meminta stempel. Staf embassy bilang prosedur standar untuk pengesahan akta nikah perlu waktu beberapa hari, tapi karena saya datang dari jauh dan sedang emergency saya diberi keringanan. Alhamdulilah (teman-teman, kalau mau berangkat haji, cepet urus legalisasi akta nikah di embassy ya, jangan contoh saya). Beres dari embassy, saya balik ke kantor Mian lagi untuk serahin akta nikah sekaligus kasih bukti pelunasan haji. Alhamdulilah, semua dokumen diterima. Saya bisa pulang ke Kyoto dengan lega, meski lelah banget. Semoga teman-teman bisa ngambil pelajaran dari kejadian saya ya.

Berapa lama berhaji dari Jepang?

Berhaji dari luar negeri biasanya memakan waktu lebih pendek dari haji reguler Indonesia. Haji reguler umumnya memakan waktu 40 hari, sedangkan berhaji dari Jepang memakan waktu 20-25 hari. Waktu haji yang pendek ini juga ideal karena sebagian jamaah tidak bisa meninggalkan pekerjaan lama-lama. Untuk sebagian mahasiswa S3 jalur research, waktu berhaji bisa lebih fleksibel, but not for others, especially workers. Mian Travel menawarkan 20 hari (termasuk hari berangkat dan pulang), berangkat dari Jepang tanggal 18 Juni 2023 lalu tiba di Jepang tanggal 7 Juli 2023. Jamaah Mian Travel terbang dengan maskapai Emirates Airlines Economy Class. Kota yang dikunjungi pada umumnya sama dengan program Haji lainnya yaitu Mekkah dan Madinah. Menurut saya, berhaji selama 20 hari sudah cukup ideal secara waktu. Meski tentunya, banyak jamaah berharap bisa stay lebih lama supaya bisa lebih banyak ibadah dan memohon doa. InshaAllah saya percaya Allah kelak akan kasih kesempatan saya untuk berumrah.

Itinerary Haji dari Jepang

Selama 20 hari, ini itinerary perjalanan yang saya dapatkan.

18 Juni : (Malam) Terbang dari Narita Airport
19 Juni : (Pagi) Tiba di Jeddah Airport, (Siang) Perjalanan ke Hotel, Istirahat, (Sore-Malam) Umroh Wajib
20 Juni : Sightseeing Mekkah (Jabal Rahmah, Jabal Tsur, Museum Wahyu)
21 Juni : Free Time (biasanya diisi dengan ibadah, belanja, istirahat)
22 Juni : Free Time
23 Juni : Free Time
24 Juni : Free Time
25 Juni : (Malam) Berangkat ke Mina
26 Juni : (All Day) Stay di Mina
27 Juni : (Pagi sampai Magrib) Arafat, (Malam) berangkat ke Muzdalifah dan Bermalam
28 Juni :(Pagi) Kembali ke Tenda Mina & Lempar Jumrah Pertama
29 Juni : (Dini Hari) Berangkat ke Masjidil Haram, Tawaf Ifadah, Sa’i, Tahalul Awal, (Siang) Istirahat di Hotel, (Sore) Berangkat ke Jamarat, Lempar Jumrah Kedua, (Malam) Kembali ke Tenda Mina
30 Juni : (Siang) Lempar Jumrah Ketiga, Tahalul Akhir, Kembali ke Hotel di Mekkah
1 Juli : (Subuh) Tawaf Wada, Free Time di Mekkah
2 Juli : (Sore) Berangkat ke Madinah dengan Bus, (Malam) Tiba di Madinah
3 Juli : Free Time, (Malam) Mengunjungi Raudah (Online Booking via Nusuk App)
4 Juli : Sightseeing Tour Madinah
5 Juli : Free Time
6 Juli : (Sore) Terbang dari Madinah Airport
7 Juli : (Sore) Tiba di Narita Airport

Kesan Menjadi Jamaah Haji dari Jepang + Memakai Mian Travel

” Semua orang ketika berhaji atau umroh, mereka kembali dengan cerita bahwa mereka orang yang paling beruntung, artinya Allah atur supaya ada yang bisa ini, ada yang bisa itu. Agar ketika pulang nanti orang punya kisah yang menarik”- Habib Husein Jafar

Kata pertama: Luar biasa.
Kata kedua : beruntung.

Alhamdulilah, belajar banyak banget dari perjalanan Haji ini, dari teman-teman satu grup, dari orang-orang yang saya temui. Di grup kami, jamaah datang dari berbagai nationality: Indonesia, Pakistan, Mesir, India, Jepang, dll. Ada rasa gak percaya ketika bisa melihat Ka’bah lagi, apalagi pas dengar suara azan lagi. Hati langsung nyesss. Di grup saya, saya takjub ternyata jamaah haji yang asli orang Jepang itu lumayan banyak. Mereka kelihatan devoted sekali mengikuti setiap rangkaian haji. Terlebih lagi, suhu rata-rata mencapai 45 derajat celcius, panas nya luar biasa, benar-benar menguji iman kita. Sebagai orang Islam dari lahir, saya malu melihat betapa tekun nya orang Jepang belajar tentang Islam. Iman saya yang masih kembang kempis, masih kurang ibadah, masih banyak bikin dosa emang perlu disentil. 🙂 Semoga perjalanan Haji ini menjadi alarm yang terus menempel di kepala saya, biar saya jadi orang yang bener 🙂

Ujian kami para jamaah haji tahun 2023 juga terkait dengan suhu yang ekstrim. Hampir semua jamaah di grup kami dalam kondisi tidak sehat. Ada yang sakit tenggorokan, batuk-batuk, flu, demam, hingga heat stroke. Saya sendiri tidak kuat sama udara panas yang ekstrim. Saya banyak-banyak doa semoga Allah kasih rasa dingin dari dalam tubuh saya dan saya tetap mampu melaksanakan rukun haji dengan khusyuk.

Terkait dengan pelayanan Mian Travel, saya harus bilang ada plus dan minus-nya. Minus-nya tidak sampai red flag kok. Alhamdulilah, travel nya cukup amanah, meski ada beberapa fasilitas dan informasi yang dirasa kurang memenuhi standar atau ekspektasi. Tapi, saya tetap bersyukur dengan fasilitas yang diterima. Bila dibandingkan dengan jamaah haji Indonesia, grup kami tergolong grup yang amat sangat beruntung. Alhamdulilah, kami tidak terlantar untuk urusan akomodasi, mendapat konsumsi yang lebih dari cukup, dan yang terpenting.. Timing setiap rukun haji yang dilakukan alhamdulilah banget berada dalam waktu yang sangat tepat. Meski kami tidak diberi itinerary tertulis untuk rangkaian haji (mungkin tidak dikasih, karena schedule haji setiap hari nya bener-bener unpredictable), saya tetap acungin jempol ke Mian Travel untuk pengaturan waktu saat menunaikan rukun Haji, sepertinya brother Mian sudah sangat berpengalaman dalam memilah kapan rush hour di setiap spot dan kapan waktu terbaik untuk pergi dan pulang. Kami beruntung banget bisa lempar jumrah pertama dalam kondisi yang cukup sepi, kami juga bisa meninggalkan Muzdalifah di pagi hari (sedih banget baca berita jamaah Indonesia terlantar di Muzdalifah sampai siang terik), dan ritual lainnya yang bisa dilakukan di waktu yang tidak begitu padat.

Berapa biaya akhir yang dihabiskan untuk haji dari Jepang?

Total biaya yang kami keluarkan untuk dua orang itu sekitar 2,2 juta yen.
Rincian kasar (dalam yen):
Ongkos Haji : 1,980,000
Uang saku : 72,000
Vaksin, Administrasi dan Transportasi di Jepang : 130,000

Dengan ongkos di atas, saya bisa mendapatkan fasilitas haji yang (hampir) setara dengan Haji Furoda Indonesia seharga 360-400 juta rupiah dan berangkat tanpa antri (daftar dan berangkat di tahun yang sama). Dari sisi cost-wise, haji dari Jepang is a good deal karena kita seperti membayar 30% saja dari ongkos Furoda tetapi bisa dapat kesempatan yang sama.

Semoga ilustrasi Haji dari Jepang di atas bisa membantu teman-teman untuk mendapat gambaran jika nantinya mau berhaji dari Jepang. Semua yang saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi, tentunya bisa berbeda yang lain. Kita hanya bisa berniat, berencana dan mengatur strategi, tapi tentunya hanya Allah-lah yang menentukan siapa yang akan menjadi tamu-Nya, terlepas dari kemampuan materi yang cukup atau tidak. InshaAllah, Allah akan memampukan hamba-nya yang siap menunaikan ibadah haji (baca cerita saya tentang hikmah haji disini). Tugas kita itu hanya meminta sama Allah dan terus ikhtiar (nabung, cari-cari info, belajar). Semoga Allah segera mengundang teman-teman yang membaca postingan ini ke tanah suci untuk menunaikan ibadah haji. Aamiin Yaa Rabbal Aalamin.

Masih ada informasi lain yang ingin kamu ketahui?
Drop di kolom comment ya.

Sumber:

https://www.detik.com/hikmah/haji-dan-umrah/d-6749375/biaya-haji-plus-dari-kemenag-dan-masa-tunggunya
https://kumparan.com/berita-hari-ini/biaya-haji-furoda-2023-beserta-fasilitas-yang-didapatkan-20WplALyDaW/full
https://dunia.tempo.co/read/1728244/wni-naik-haji-dari-jepang-tanpa-antre-dan-onh-rp120-juta

Read More