
Sumber : Wikipedia
Langit semakin gelap menandakan waktu sudah berjalan menuju malam. Udara panas kering mengenai seluruh kulit tubuh. Suasana sudut kota Göttingen yang saya lewati dengan sepeda tua begitu tenang dan sepi. Waktu sudah menunjukkan pukul 9.30 sore. Musim panas di Eropa telah memperpanjang waktu terang (daylight), sehingga pukul 9.30 masih dikatakan sore. Langit akan resmi gelap gulita pada pukul 9.45. Saya mengayuh cepat-cepat sepeda tua berwarna ungu menuju supermarket terdekat karena jam 10 malam akan tutup.
Besok adalah hari yang spesial untuk saya, karena untuk kali pertama saya akan menjalankan ibadah puasa di negeri orang. Bulan Ramadhan kali ini cukup menantang bagi saya pribadi, karena bulan Ramadhan ini dijalankan pada musim panas di benua biru. Menurut informasi yang saya baca dari koran lokal setempat, ibadah puasa di Jerman akan dilakukan selama 19 jam dalam satu hari. Reaksi pertama saya adalah lama sekali!
Sewaktu saya kecil, saya pernah menonton tayangan berita dimana sang reporter sedang melakukan wawancara jarak jauh dengan orang Indonesia yang sedang studi di Belgia yang bertemakan Ramadhan di Eropa. Orang Indonesia tersebut bercerita bahwa dia melaksanakan sahur pada pukul 6 pagi dan berbuka puasa pukul 15.30 sore.
“Wow, enak sekali!” pikir saya yang masih bocah saat itu, kalau masih bocah bawaannya selalu ingin cepat berbuka setiap kali berpuasa di bulan Ramadhan, hehe. Karena singkatnya waktu berpuasa, saya bercita-cita suatu saat nanti saya ingin merasakan bulan Ramadhan di negara empat musim. Ternyata saya tidak sadar bahwa waktu Ramadhan itu terus berubah, sehingga waktu Ramadhan tidak selalu terjadi di musim dingin saja, tetapi mungkin juga terjadi di musim panas.
Cita-cita saya akhirnya terkabul (more…)
Read More